DEPROV,UpdateSulut — Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sulawesi Utara (Sulut) melakukan pembahasan KUA-PPAS APBD 2026 bersama dengan Tim Anggaran Pemerintah daerah (TAPD) Pemprov Sulut. Hal ini dilaksanakan karena salah satu fungsi DPRD adalah budgeting atau penganggaran.
Dalam pembahasan tersebut, banyak hal yang disampaikan baik itu sifatnya kritik, saran, ataupun masukan positif terkait dengan KUA-PPAS APBD 2026. masing-masing anggota banggar mengkritisi ataupun menyoroti hal hal yang dianggap perlu diberikan perhatian serius oleh pemerintah.
Rapat banggar dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Sulut dr. Fransiscus A. Silangen SPb, KBD, Wakil Ketua Michaela Paruntu, Stella Runtuwene, dan Royke Anter. Sementara dari pihak Pemprov sulut dihadiri oleh Sekprov Sulut Tahlis Galang serta beberapa kepala SKPD dilingkup pemprov sulut.

Seperti yang disampaikan Anggota Banggar DPRD Sulut, Amir Liputo, mengajukan sejumlah pertanyaan kepada Sekprov sekaligus Ketua TAPD, Tahlis Galang, dalam rapat di Ruang Paripurna DPRD Sulut, Selasa (25/11/2025).
“Saya mempertanyakan kenaikan belanja hibah dari Rp51 miliar menjadi Rp53 miliar, serta meminta penjelasan rinci mengenai pihak-pihak yang menerima hibah tersebut,” ujar Amir.

Ia juga meminta Sekprov Tahlis untuk menjelaskan proporsi penyaluran hibah agar tidak menimbulkan persepsi keliru, terlebih di tengah kondisi keuangan daerah yang sedang terbatas. Terkait belanja pegawai, Amir menyoroti perubahan anggaran yang sebelumnya berada pada angka Rp1,684 triliun dan setelah pembahasan meningkat menjadi Rp1,692 triliun.
“Banggar mempersoalkan kenaikan ini karena sebelumnya dijelaskan bahwa gaji dan tunjangan tidak mengalami perubahan. Jadi, diperlukan penjelasan lebih lanjut,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Sekprov Sulut Tahlis Galang menjelaskan perbedaan angka pendapatan dan belanja. Dalam rancangan awal, belanja berada pada angka Rp2,94 triliun. Namun pada penetapan KUA–PPAS meningkat menjadi Rp3,019 triliun, terdapat penambahan sekitar Rp45 miliar.

“Penambahan ini merupakan hasil kesepakatan dengan pimpinan dan Banggar terkait beberapa catatan, seperti anggaran makanan panti, program Senja Cerah, serta belanja hibah, termasuk penyesuaian di Biro Administrasi,” jelas Tahlis.
Ia menambahkan bahwa selisih antara pendapatan dan belanja juga disebabkan oleh pembiayaan utang yang tidak dimasukkan dalam belanja langsung, melainkan tercatat sebagai belanja pembiayaan. “Pengeluaran pembiayaan sebesar Rp210 miliar diambil dari SILPA, ditambah selisih pendapatan dan belanja,” tambahnya.

Kepala Badan Keuangan Daerah, Clay Dondokambey, turut memberikan penjelasan bahwa belanja hibah dalam skema KUA–PPAS sebelumnya berada di angka Rp51 miliar dan dalam Ranperda meningkat menjadi Rp53 miliar.
“Komponen terbesar belanja hibah adalah hibah dana BOS yang mencapai Rp43,8 miliar,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Clay, terdapat hibah untuk beberapa dinas seperti Dinas Koperasi sebesar Rp500 juta, Kominfo Rp1,5 miliar, dan Kesra untuk rumah ibadah sebesar Rp1,875 miliar.

“Materi ini baru kami terima, dan kami juga memegang pengantar nota keuangan yang disampaikan oleh Bapak Gubernur pada Paripurna sebelumnya,” ujarnya Ia menambahkan bahwa sesuai tata tertib DPRD. Kata dia, pihaknya telah melakukan konsultasi komisi dengan SKPD sebagai mitra kerja.

Vonny sendiri membeberkan beberapa poin penting, khususnya dari Komisi IV, bahkan telah ditindaklanjuti melalui pembicaraan langsung dengan Gubernur. Salah satu yakni Dinas Sosial. “Seperti yang disampaikan Pak Amir, pagu anggaran Dinas Sosial berada pada angka 11,3 sekian miliar. Dahulu anggaran untuk makanan di 64 panti asuhan sebesar 2,6 miliar lebih, namun kini hanya tinggal 239 juta. Hal ini juga sudah disampaikan kepada Bapak Gubernur sebelumnya,” jelas Vonny
Sementara Anggota Banggar dari Fraksi Partai Demokrat, Hendry Walukow menegaskan bahwa laporan neraca bank SulutGo bukan segalanya. Bukan tanpa alasan, Hendry menyebutkan hal itu, setelah mencermati total kredit bank SulutGo disepanjang tahun lalu kurang lebih 15 triliun, perkiraan 92 persen disalurkan kepada ASN lewat kredit konsumtif.

Hal ini disampaikan Henry Walukouw, Senin, (17/11/2025), saat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sulut dengan BSG melakukan pembahasan terkait KUA-PPAS APBD 2026.
Lanjut kata legislator dapil Minut-Bitung, sebenarnya hal ini bukan sesuatu yang salah, tapi masalahnya ketika mencermati struktur dana pihak ketiga dana simpanan nasabah, misalnya kita bisa melihat bahwa disepanjang 2024, 15 triliun dana masyarakat 11 triliun berasal dari dana deposito jangka pendek baik trensed 3 bulan maupun 12 bulan.

“Nah ini sesuatu bisa saya katakan bom waktu, ketika 3 bulan dan sepanjang 12 bulan ini akan di tagih kurang lebih 11 triliun, yang ini menurut saya mengancam likuiditas bank BSG itu sendiri,” urai Hendry. Dirinya mempertanyakan kebijakan dan arah apa saja yang akan dilakukan direksi BSG.
“Saya bertanya apa kebijakan atau arah seperti apa yang akan dilakukan, ini menurut saya sesuatu bom waktu. Saya ingin mendengarkan kebijakan dan langkah-langkah apa yang akan diambil oleh BSG sepanjang tahun 2025 dan awal tahun 2026,” tanya Hendry.

Mendengar penyampaian Hendry Walukow, Dirut Bank SulutGo Revino Pepah, mengakui dan memuji pertanyaan politisi partai Demokrat itu. “Ini bagus dan pertanyaan layaknya bankir sertifikasi VII,” kata Pepah.
Dirinya menjelaskan struktur dana tadi didominasi oleh dana jangka pendek yaitu deposito satu bulan dan tiga bulan. Dia mengakui tetap ada resiko namun menurut Pepah ini terjadi pada semua bank.
“Memang betul dana jangka pendek ini berasal dari dana pihak ketiga yaitu deposito, rata – rata deposito kita 1-3 bulan dan juga 6- satu tahun yang mirip institusi di jakarta sampai satu tahun. Tetapi masyarakat pada umumnya satu bulan rool over atau tiga bulan rool over. Kalau di kaji dari aspek manajemen dana maka ini ada Miss match antara pemberian kredit dan penghimpunan dana,” urai Pepah.

“Dananya kita brandit, jadi kita sudah melaksanakan beberapa tahun. Kita mengambil dana tidak bersumber dari dana pihak ketiga. Contoh kami emisi obligasi, kita emisi obligasi jangka waktunya lima tahun. Jadi kalau kita melihat di neraca ada obligasi kita 750 miliar itu selama lima tahun. Jadi bisa kita atur bahwa kita juga memiliki sumber dana jangka panjang dan pinjaman kita tarik di lembaga keuangan pemerintah. Jadi itu bisa juga kita ambil tiga sampai lima tahun. Ini kalau kita brandit maka struktur dana jangka pendek bisa kita jaga dalam jangkah menengah dan jangka panjang,” sambungnya.
Selanjutnya kata Pepah, pihaknya mengimbangi dan mitigasi resiko likuiditas. resiko mitigasi likuiditas dengan Many Market Line (MML). ”Jadi kita kerja sama Many Market Line dengan bank Mandiri, BNI, dan lain – lain apabila jangka pendek kita mengalami Maslah likuiditas maka kita dapat menarik dana dari mereka dalam bentuk Many Market Line untuk kita talangi likuiditas. Jadi punya manajemen seperti itu,” pungkasnya. (advetorialdprdsulut)











