Hukrim  

Kuasa Hukum Yance Tanesia Beri Klarifikasi Terkait Pemberitaan Oleh Salah Satu Media

MANADO,UpdatesSulut — Terkait pemberitaan disalah satu media perihal ditetapkannya dua orang tersangka pada tindak pidana pengerusakan di Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) di Desa Mopuya Kabupaten Bolaang Mongondow masing-masing Yance Tanesia dan Sehan Ambaru oleh Polda Sulut. Yance Tanisia melalui kuasa hukumnya Reza Sofian dalam konfrensi persnya, Kamis (9/11/23) malam, mengklarifikasi pemberitaan tersebut.

Sofian mengatakan selaku kuasa Yance Tanesia bermaksud untuk mengklarifikasi berita yang ada di salah satu media yang dimuat pada tanggal 9 Oktober 2023.

“Dimana dalam berita itu disebutkan bahwa klien saya sudah menjadi tersangka atas pengerusakan, namun tidak disebutkan di situ pengrusakan apa, hanya disebutkan pengrusakan pembangkit listrik tenaga air. Sehingga yang jadi pertanyaan kita sekarang atau kita akan klarifikasi adalah bangunan pos satpam itu kan adalah milik dari pak Yance sendiri. Yang dibangun oleh pak Yance sendiri pada saat dahulu pak Yance adalah pendiri dan pemilik PT Cipta Daya Nusantara,” beber Sofian

Sofian juga secara rinci menjelaskan ihwal kronologi hingga peristiwa tersebut terjadi.

“Pada tahun 2018 Pak Yance sakit kemudian dilakukan akuisisi. Luas tanah yang dulu pak Yance beli pada tahun mulai beli-beli tanah dari 2005-2008, itu pak Yance beli atas nama pribadi. Nanti tahun 2013 baru masuk jadi perusahaan aset perusahaan. Tapi total lias lahan pertama dibeli kurang lebih 11,3 hektar, yang kemudian masuk menjadi aset perusahaan yang pak Yance punya yaitu dari 11,3 menjadi 9,8 sisa dari pada itu masih menjadi milik pak yance,” jelasnya

Yang menjadi pokok persoalan dalam laporan di Kepolisian saat ini dikatakan Sofian, dimana dalam pemberitaan salah satu media tersebut, yang menjadi tersangka adalah klien kami yakni Yance Tanesia dan Sehan ambaru, yang dimaksud dalam berita itu sebenarnya adalah pos satpam milik dari Yance Tanesia sendiri.

“Yang justru terjadi yang disebut pengrusakan dalam tanda kutip sebenarnya tidak rusak, itu dilakukan oleh orang-orang suruhan atau boy dan kawan kawan suruhan dari pihak yang mengakuisisi PT Cipta Daya Nusantara yaitu PT Aka Sinergi Grup,” kata Sofian.

Lanjut Sofian, setelah pihaknya mengkaji dan menghitung, nilai kerugian itu tidak sampai Rp 1 juta hanya berkisaran ratusan ribu rupiah. Menjadi pertanyaan pihaknya apakah kerugian di bawah 2,5 ini bisa diproses pidana oleh polisi?. Kemudian, harusnya polisi memperjelas terlebih dahulu tanah dan bangunan ini milik siapa?. Jika pihak pelapor mendalilkan bahwa ini aset perusahaan, harusnya pihak Polda memegang atau mengantongi dasar kepemilikan yang sah dan asli.

“Sekarang jadi pertanyaan, Polda peganngannya apa? Sedangkan sertifikat atas nama perusahaan ini tidak ada pada tangan pelapor. Namun masih menjadi jaminan di PT Sarana Multi Infrastruktur (MSI). Karena MSI ini adalah perusahaan pembiayaan BUMN. Tanah yang menjadi persoalan saat ini, itu adalah tanah pribadi yang dulu pak Yance beli pada tahun 2008 seluas 8.800 meter persegi, kemudian pak Yance mau membuat perusahaan seluas 3.288 meter persegi kurang lebih pak Yance isi masuk ke dalam sertifikat hak pakai nomor satu. Berarti masih ada sisa kurang lebih 5.512 meter persegi masih menjadi milik pribadi pak Yance. Nah, di atas tanah 5.512 inilah yang berdiri sisa yang menjadi milik pribadi pak Yance karena dulu dia yang punya perusahaan maka didirikanlah pos security atau pos satpam dan termasuk juga ada gerbang perusahaan. Sangat disayangkan sekarang ini adalah harusnya pihak penyidik Polda Sulut menyelidiki dulu ini tanah siapa punya,” jelasnya.

Lantas dipertanyakan Sofian juga, apakah pantas seseorang memiliki atau pemilik dari tanah dan bangunan kemudian dilaporkan merusak bangunannya sendiri, padahal nyata-nyata yang berusaha untuk merampas tanah dan bangunan ini adalah orang-orangnya PT Aka Sinergi Grup.

“Pak Yance juga sebenarnya masih pemegang saham 10 persen di PT Cipta Daya Nusantara, namun karena pak Yance sakit, maka pak Yance sudah memberikan sahamnya itu atau menggunakan nama dari saham 10 persen itu nama anaknya yaitu, Erwin Abadi Tanesia. Kalau mau ditinjau dari dua sudut kepemilikan perusahaan, pak Yance masih punya perusahaan disitu sekalipun menggunakan nama anaknya. Kedua, selaku kepemilikan tanah pak yance masih punya surat keterangan kepemilikan tanah SKPT yang mana SKPT 2008 seluas 8.800 namun saat ini sudah dirubuah menjadi 5.512 pengurangan daripada 8.800 yang tadi saya sampaikan. Apakah pantas dia jadi tersangka? Sebenarnya siapa yang punya ini tanah dan bangunan? Kok dia bisa jadi tersangka?,” jelasnya lagi.

Akibat dari PT Aka Sinergi Grup ini yang merampas tanah pribadi milik Yance Tanisia selaku kuasa hukum kata Sofian pihaknya sudah melakukan gugatan di Pengadilan Negeri Kotamobagu dengan nomor perkara 128/PDT.G/2023/PN Kotamobagu.

“Pada tanggal 23 Oktober juga klien saya Pak Yance sudah melayangkan surat kepada Polda Sulut agar supaya memohon Polda Sulut untuk menunda sementara proses penyidikan. Namun justru pada tanggal 31 oktober Polda Sulut melakukan gelar perkara dan menetapkan pak Yance dan pak Sehan ambara sebagai tersangka, hal ini sangat saya sayangkan karena menurut saya pihak Polda Sulut ini atau penyidik sudah sangat tidak menghormati Perma Nomor 1 Tahun 1956 dan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2019, di mana ketika ada perdata maka pidana ditangguhkan,” tandas Sofian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *